Posts

Kelu Kelam

Image
ombak itu kian hilang menjadi air berjalan tenang beberapa kerang tersapu kepantai hidup sebuah mahluk memilih untuk mengatur atau ikut campur padamkan lampu malam biar bulan menerangi hutan binatang pun ingin cari makan menerjang melolong hingga sampai pada rasa kenyang bualan letupan hinaan cacian desingan semua terhujat tepat di sebuah gendang terangkum dalam sebuah daun telingaku menyimpan sejarah menghantarkan sepucuk luka yang lagi kembali bermuara hatiku rentangkan tangan terbuka ayo sayang lukai aku lebih dalam mungkin sudah terasa haus untuk merahasiakan kelam letih sudah menjadi sarapan lalu apa lagi yang kau harapkan ?

bencana

ketika oksigen tidak mampu mengguncang dada maka mata seketika memainkan perannya seolah kiamat berada sejengkal jarak pandang darah sudah bukan persaudaraan namun kesadaran mampu membuat siam diantaranya terkadang luka terdalam buah hasil diri sendiri jerih payah tangan ini jangan percaya maka kau tidak perlu kecewa sebaiknya tidak mencinta agar kau tak terhempas bencana sesaat lagi kau ditemukan dalam kerangka lubang tanpa air Jakarta, 11 Maret 2016. 04.20

Publik Racun

memuntahkan opini ya kita demokrasi tapi haruskah sana sini caci maki terus berdiri publik racun anda coba bertukar posisi menjadi waria nasib seperti mereka boneka remote control anda hitam di kelamkan,terus menerus hingga larut malam lebih-lebih mengejamkan hati demi meraih masa dan sedikit retweet untuk anda lepas, berikan kpd yg berminat dinginkan pada yg menghujat butuh warna mmg di dunia mereka, tanpa harus mengundang derai jangan pula menuai cerai kita juga mereka, nilai diri jamah merata pensiunkan sudah strata publik racun anda jkt, 1/08/2010

makna cahaya

Image
jadikan aku semanusia manusianya agar dapat mengerti nada dalam tawa sebuah cahaya membiarkanmu dalam gelap bukan karena ia tak mau ada bukan pula ia enggan menyinari namun ia mengajarkanmu betapa ia ingin dicintai

GELAP

Image
Apakah yang menjadi sudut pandang manusia ? Rentetan sejarah tentang dirinya. Menghujam tepian nalar dalam menjaga batasan tanya. Bukan menjadi alur kejadian namun bertalu dalam setiap kepingan. Nafas menjadi bulat sedemikian bulat. Menjaga setiap bahagia yang hampir tak bernada. Pergi menghilang menjadi garis tantangan baru. Jentikan jari lalu aku tak bernyawa. Matikan api lalu aku kan berkuasa. Menjadi abu-abu atau aku kan membiru ? Kaku. Dingin menjadi kian tertanam dalam hati yang hati-hati. Sedikitnya pahit yang kau tuang setiap pagi setiap petang. Pulangnya raga kehadapan tuan. Aku lenyap dalam lumpur yang menghisap kematian. Jakarta. 24 Oktober 2015. 08.17
sebenarnya ini bukan puisi atau karya sastra lainnya, sebatas pemahaman diri pribadi. sejauh apapun jiwa ini menjauh maka ia akan terus mendekat, sesuatu yang ditakuti maka akan menarikmu ke dalam lingkaran tersebut, keadaan dimana seseorang dipaksa untuk merasakan dimensi ketakutan tertinggi dan belajar memahami sensasi dari detik yang terbagi. panca indera terlalu berat untuk menerima perjalanan imaji dari kepala dan segumpal hati, namun jawaban akan selalu ada lalu menjelma sedemikian rupa. apa yang kita cari ? apa lagi yang hendak memberi sedih ? melulu berhalusinasi ? dunia ini tidak hanya sebatas dunia, cinta pun akan jauh lebih bermakna dari ejaannya. yakin jawaban selalu ada di akhir ? mungkin kita semua sudah melaluinya namun stimulus tidak sanggup menangkapnya. menyesal mungkin berguna, tapi tidak sekarang. sepertinya setara dengan berhalusinasi. percaya itu baik bisa pula menjadi buruk, namun selama jiwa tetap terpatri di dalam relung raga maka rasa percaya akan terus t

Hidup Dalam Mati

Image
lakukan saja apa yang kamu yakini. hingga secercah dan seonggok percaya takut akan kecewa. rasakan saja apa yang kamu cintai. hingga sayang itu terlampau jauh hingga jatuh menghempas tanah. hidup itu untuk sakit. agar sehat lebih berharga. hidup itu untuk menderita. agar bahagia menjadi barang mewah. hidup itu untuk lapar. agar kenyang tak lagi dahaga. hidup itu untuk mati. agar jiwa menjadi bernyawa. pandanglah apa yang ingin kau lihat. tuailah apa yang ingin kau petik. buanglah apa yang ingin kau caci. karena hidup bukan untuk opini. melainkan membebaskan diri dari jeruji. Jakarta. 22 September 2015. 20.00